Sosialisasi Pengendalian Gratifikasi dan WBS di Setjen DPR: Upaya Tegakkan Integritas Birokrasi

Inspektorat Utama Sekretariat Jenderal DPR RI menggelar kegiatan Sosialisasi Pengendalian Gratifikasi dan Kebermanfaatan Whistleblower System (WBS) di Gedung Nusantara, Senayan, Senin (30/6/2025). Acara ini dihadiri oleh para pejabat tinggi pratama, pejabat administrator, pengawas, fungsional auditor, serta staf di lingkungan Setjen DPR RI.

Dalam sambutannya, Tornagogo Sihombing, Inspektur Utama Setjen DPR RI, menekankan pentingnya membangun budaya anti-korupsi melalui pemahaman yang mendalam mengenai gratifikasi serta optimalisasi penggunaan WBS.

“Gratifikasi sering kali dianggap sebagai ucapan terima kasih yang lumrah. Namun, jika tidak ditangani dengan benar, hal ini bisa membuka celah tindak pidana korupsi,” tegas Tornagogo.

Ia menjelaskan bahwa gratifikasi mencakup segala bentuk pemberian, seperti hadiah, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, hingga layanan kesehatan cuma-cuma — baik dilakukan secara langsung maupun elektronik. Bila pemberian tersebut berkaitan dengan jabatan dan kewenangan, maka hal itu masuk dalam ranah pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 12B UU No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.

Tornagogo menyoroti masih adanya budaya permisif terhadap gratifikasi di lingkungan birokrasi. Ia mengingatkan bahwa penerimaan parcel atau bentuk hadiah lainnya di masa tertentu, seperti menjelang hari raya atau saat pelaksanaan proyek, meskipun dianggap budaya, tetap harus dilaporkan dan dibatasi.

“Kita sebagai penyelenggara negara tidak boleh tergiur, karena sekali kita terima sesuatu yang berkaitan dengan tugas, maka itu sudah masuk ke ranah pidana,” ujarnya.

Selain itu, dalam sesi sosialisasi juga dibahas kebermanfaatan WBS sebagai kanal pelaporan pelanggaran etik, penyimpangan prosedur, atau potensi tindak pidana. Tornagogo menekankan bahwa sistem ini tidak hanya tersedia untuk pegawai internal, tetapi juga dapat diakses oleh mitra kerja dan pihak eksternal yang bersinggungan dengan Setjen DPR RI.

“WBS bukan sekadar sistem pelaporan, tapi bentuk nyata komitmen kita untuk menciptakan lingkungan kerja yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Identitas pelapor akan dijaga sepenuhnya,” tegasnya.

Dalam konteks penilaian eksternal terhadap tata kelola, WBS menjadi salah satu indikator penting dalam Sistem Penilaian Integritas (SPI) dan Internal Control Maturity (ICM). Oleh karena itu, peran serta aktif seluruh pegawai untuk memahami mekanisme pelaporan dan menjaga integritas sangat diperlukan.

Tornagogo juga mengingatkan agar semua proses pengadaan barang dan jasa mematuhi regulasi terbaru, termasuk Perpres No. 46 Tahun 2025, agar tidak menimbulkan temuan berulang dalam audit BPK mendatang.

“Kita ingin agar di tahun anggaran 2025 ini, pengelolaan berjalan baik tanpa temuan berarti di tahun pemeriksaan 2026. Untuk itu mari kita bekerja dengan akuntabel dan transparan,” tutupnya.

Kegiatan sosialisasi ini diakhiri dengan pembukaan resmi oleh Inspektur Utama, sekaligus ajakan kepada seluruh peserta untuk mengikuti materi dengan saksama dan menjadikan acara ini sebagai momentum memperkuat komitmen bersama membangun birokrasi yang profesional dan berintegritas.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *