Sidang Tahunan MPR RI yang dilaksanakan pada Jumat (15/8/2025), mencatat momen penting dalam sejarah kenegaraan Indonesia. Dalam pidato kenegaraannya, Presiden Prabowo Subianto secara eksplisit mengutip pasal-pasal dalam Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai dasar dari kebijakan pemerintahan. Hal ini dianggap sebagai angin segar bagi praktik demokrasi konstitusional di Indonesia.
Hal itu disampaikan oleh Sekretaris Fraksi PKS MPR RI, Johan Rosihan, dalam keterangan tertulisnya, Senin (18/8/2025).
Wakil Ketua Badan Penganggaran MPR RI ini, juga menilai rujukan langsung pada konstitusi oleh seorang kepala negara merupakan praktik langka yang sangat fundamental untuk memperkuat integritas pemerintahan.
“Ketika seorang kepala negara kembali mengutip Pasal 33 ayat 4 Undang – Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam konteks efisiensi anggaran, atau merujuk pasal-pasal lain untuk menjelaskan kebijakan ekonomi kerakyatan, ini menandakan ada upaya serius untuk kembali menjadikan konstitusi sebagai rujukan utama pemerintahan,”ujar Johan
Lebih lanjut, Johan menyebutkan bahwa fenomena ini menunjukkan adanya kesadaran dari pemerintah untuk tidak hanya berbicara tentang program dan capaian, melainkan tentang landasan hukum dan konstitusional. Ia juga menilai, hal ini merupakan sinyal positif bahwa pemerintah tidak akan berjalan secara ad-hoc atau berdasarkan kepentingan sesaat, melainkan berdasarkan amanat konstitusi yang telah disepakati bersama oleh bangsa Indonesia sejak kemerdekaan.
Kembali ke Roh Konstitusi
Rujukan konstitusional dalam pidato kenegaraan memiliki fungsi edukatif yang sangat penting bagi publik. Johan berpendapat, bahwa masyarakat tidak hanya diajak memahami isi konstitusi secara teoritis, tetapi juga menyaksikan langsung bagaimana konstitusi digunakan dalam pengambilan kebijakan negara.
Johan juga menegaskan bahwa konstitusi bukan hanya aturan prosedural tentang bagaimana negara dijalankan, tetapi juga panduan nilai dan prinsip yang harus menginspirasi setiap kebijakan. Ketika seorang presiden secara eksplisit merujuk pasal-pasal konstitusi, ini menunjukkan kepada seluruh jajaran pemerintahan dan masyarakat bahwa tidak ada kebijakan yang boleh bertentangan dengan konstitusi.
Dari Istana hingga Balai Desa
Johan menyampaikan adanya potensi efek domino yang bisa tercipta di seluruh tingkatan kepemimpinan di Indonesia. Jika pemimpin tertinggi negara menunjukkan komitmen untuk hidup dalam konstitusi, maka pemimpin-pemimpin lain mulai dari menteri, gubernur, bupati/walikota, hingga kepala desa seharusnya juga terinspirasi untuk melakukan hal yang sama.
“Bayangkan jika kepala daerah ikut merujuk Pasal 31 ketika menyusun kebijakan pendidikan, atau Pasal 28H dalam program layanan kesehatan. Ini akan memperkuat legitimasi kebijakan dan membudayakan politik yang berbasis nilai, bukan sekadar kepentingan sesaat,” kata Johan
Efek jangka panjang dari budaya kepemimpinan yang berbasis konstitusi ini, kata Johan, adalah terciptanya pemimpin-pemimpin yang tidak hanya populer atau karismatik, tetapi juga memiliki integritas konstitusional yang tinggi. Para pemimpin akan terbiasa berpikir dan bertindak dalam kerangka konstitusi, sehingga keputusan-keputusan yang diambil akan selalu sejalan dengan cita-cita bangsa yang telah ditetapkan dalam konstitusi.
Konsistensi Jadi Kunci
Namun demikian, Johan mengigatkan bahwa rujukan konstitusi dalam pidato harus diikuti dengan implementasi nyata. Diperlukan mekanisme pengawasan dan evaluasi yang kuat dari lembaga negara, masyarakat sipil, dan media massa untuk memastikan kebijakan pemerintah konsisten dengan semangat konstitusi.
“Rujukan konstitusi tidak boleh berhenti pada tataran simbolik. Kita butuh gerakan nasional yang menghidupkan konstitusi di seluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, mulai dari ruang rapat kabinet hingga musyawarah desa,” tegasnya
Johan berpendapat agar peringatan hari konstitusi bukan hanya secara seremonial saja, tetapi dijadikan momentum untuk membangun kesadaran kolektif akan pentingnya konstitusi sebagai panduan hidup berbangsa.
“Konstitusi bukan sekadar warisan sejarah, tapi instrumen hidup untuk membangun masa depan. Mari kita hidupkan konstitusi dari istana hingga balai desa,” ujar Johan.